Indahnya Kebersamaan
ANDI YUSRI BLOGGER
Senin, 10 Desember 2012
Minggu, 02 Desember 2012
sistem hukum adat
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hukum adalah suatu aturan atau
kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Hukum memiliki sifat
yang berwujud dan tidak berwujud. Hukum
yang berwujud adalah hukum tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab,
sedangkan hukum yang tidak berwujud adalah hukum tidak tertulis seperti hukum
adat. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan terus menerus,
dipertahankan oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan adalah
cerminan kepribadian suatu bangsa.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam
perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai
dengan perkembangan masyarakat tertentu.
Sumber Hukum
Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum
adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Adapun Penegak hukum
adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup
sejahtera.
Hukum adat
merupakan hukum yang dinamis, berubah sesuai zaman. Walaupun tidak tertulis di
sebuah buku aturan yang jelas, tapi setiap orang yang mengetahui dan
memahaminya akan selalu patuh di bawahnya, karena hukum adat adalah sesuatu yang
sakral dan harus diikuti selama tidak menyimpang dari rasa keadilan.
Hukum adat yang juga merupakan
peraturan adat istiadat sudah ada semenjak zaman kuno dan zaman pra-Hindu.
Hingga akhirnya masuklah kultur-kultur budaya masyarakat luar yang cukup
mempengaruhi kultur asli pada daerah tersebut. Seperti datangnya kultur Hindu,
kultur Islam, dan kultur Kristen, sehingga hukum adat yang ada pada saat ini
merupakan akulturasi dari berbagai kultur pendatang.
Unsur-unsur yang menjadi dasar
pembentukan Hukum Adat adalah sebagai berikut; Pertama adalah kegiatan yang
sebenarnya dengan melalui penelitian-penelitian, Kedua adalah dengan menggunakan kerangka mengenai unsur-unsur hukum yang dapat dibedakan antara
unsur idiil dan unsur riil. Unsur idiil terdiri dari rasa susila, rasa
keadilan, dan rasio manusia, rata susila merupakan suatu hasrat dalam diri
manusia untuk hidup dengan hati nurani yang bersih. Ketiga adalah dengan
mempergunakan ketiga unsur tersebut sehingga dihasilkan suatu gambaran
perbandingan yang konkret.
Tapi yang akan lebih jauh dikaji
ialah sistem hukum adat, dimana suatu sistem hukum sudah hidup dan berkembang
dalam kehidupan bermasyarakat,
setiap hukum merupakan suatu sistem yang peraturan-peraturannya merupakan suatu
kebulatan berdasarkan atas kesatuan
pemikiran, begitu pula hukum adat. Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar
pemikiran bangsa indonesia, yang tidak sama dengan yang ada dalam sistem hukum barat. Agar kita sadar terhadap sistem hukum
adat, kita harus mengetahui dasar-dasar pemikiran yang hidup didalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu untuk memahami lebih lanjut, akan di bahas masalah sistem
hukum adat tersebut
Menurut Prof. Dr. R. Soepomo, S.H
dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat. Berikut akan
dijelaskan mengenai hal tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang pengertian sistem hukum adat ?
2.
Apa Perbedaan
sistem hukum adat dan hukum barat ?
3.
Apasaja
bagian hukum adat ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian sistem hukum adat.
2.
Untuk
memahami mengenai perbedaan sistem hukum adat dan hukum barat.
3.
Untuk mengidentifikasi
bagian dari hukum adat.
D.
MANFAAT
1.
Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca dalam mengkaji dan
memahami, suatu Sistem Hukum Adat yang berlaku di masyarakat adat hingga saat
ini.
2.
Sebagai
bahan banding atau referensi bagi pembuat makalah selanjutnya yang relevan
dengan penelitian ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HUKUM ADAT
Secara bahasa hukum adat terbagi
dari dua kata yakni hukum dan adat. Hukum adalah kumpulan aturan atau norma
yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang membuat hukum adalah orang
yang memiliki kewenangan atasnya. Sedangkan kata adat, menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena
menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang
lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a
dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat
kebendaan.
Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb)
yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Karena istilah Adat yang
telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum
adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Beberapa definisi hukum adat yang dikemukakan para ahli hukum,
antara lain sebagai berikut:
1.
Prof. Van Vallenhoven,
yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan definisi hukum adat sebagai :
“ Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur
asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan
pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). Abdulrahman , SH menegaskan rumusan Van Vallenhoven dimaksud
memang cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan Adat Recht pada jaman
tersebut bukan untuk Hukum Adat pada masa kini.
2.
Prof. Soepomo, merumuskan Hukum Adat: Hukum adat adalah
synomim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative (statuary
law), hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum Negara
(Parlemen, Dewan Propinsi dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai peraturan
kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota maupun di
desa-desa.
3.
Prof. Soekanto, merumuskan hukum adat: Komplek adat
adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan
bersifat paksaan mempunyai sanksi (dari itu hukum), jadi mempunyai akibat
hukum, komplek ini disebut Hukum Ada.
4.
Prof. Soeripto: Hukum adat adalah semua aturan-aturan/
peraturan-peraturan adat tingkah laku yang bersifat hukum di segala kehidupan
orang Indonesia, yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat
dianggap patut dan mengikat para anggota masyarakat, yang bersifat hukum oleh
karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa aturan-aturan/ peraturan itu harus
dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas masyarakat dengan upaya paksa atau
ancaman hukuman (sanksi).
5.
Hardjito Notopuro: Hukum Adat adalah hukum tidak
tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan
rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan
bersifat kekeluargaan.
6.
Suroyo Wignjodipuro: Hukum adat adalah suatu kompleks
norma-norma yang bersumber apaada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang
serta meliputi peraturan tingkat laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, karena mempunyai akibat hukum
(sanksi).
7.
Seminar Hukum Adat dan pembinaan Hukum Nasional: Hukum
adat diartikan sebagai Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana sini mengandung unsur agama.
8. Sudjito
Sastrodiharjo menegaskan: Ilmu hukum bukan hanya mempelajari apa yang disebut das
sollen, tetapi pertama kali harus mengingat das sein. Hukum adat merupakan species dari hukum tidak
tertulis, yang merupakan genusnya.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun
proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang
lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
B.
PERBEDAAN HUKUM ADAT DAN HUKUM BARAT
Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam
pikiran bangsa Indonesia yang sudah pasti berlainan dengan pemikiran yang menguasai
hukum Barat. Dan untuk dapat memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus
memahami dasar-dasar pemikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hukum adat
memiliki corak-corak sebagai berikut:
1.
Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang
kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan
yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum adat.
2.
Mempunyai corak religio-magis yang berhubungan
dengan pandangan hidup alam Indonesia.
3.
Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba
konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan
berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit.
4.
Hukum adat mempunyai sifat yang visual, artinya
perhubungan hukum dianggap hanya terjadi, oleh karena ditetapkan dengan suatu
ikatan yang dapat dilihat.
Antara sistem hukum adat dan
sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan yang fundamental, seperti:
1.
Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan
“persoonlijke rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat
“zakelijk”, artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak
mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum
adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak
menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
2.
hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum
publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh berlainan.
3.
Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan
bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia
bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia
manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam alam ini.
4.
Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem
hukum barat, dibagi-bagi dalam golongan peanggaran yang bersifat pidana dan
harus diperiksa oleh hakim pidana atau (strafrechter),
dan pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lingkup perdata,
maka pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.
C.
SISTEM
HUKUM ADAT
Menurut Prof. Dr. R. Soepomo, S.H
dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem
hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat.
Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
A.
Bahasa
Hukum
Maksud dari Bahasa hukum adalah kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk
menyebut dengan konsekuen suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi
istilah yang mempunyai isi yang tertentu. Bagi hukum adat di Indonesia,
pembinaan bahasa hukum adalah soal yang minta perhatian khusus kepada para ahli
hukum Indonesia.
Bahasa hukum lahir dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata
yang terus-menerus dipakai dengan konsekuen untuk menyebut suatu perbuatan atau
keadaan, lambat laun menjadi istilah yang memiliki isi dan makna tertentu.
Hukum Barat telah memiliki istilah-istilah hukum teknis yang
dibina berabad-abad oleh para ahli hukum, para hakim dan oleh pembentuk
undang-undang. Hukum adat, pembinaan bahasa hukum ini justru masih merupakan
suatu masalah yang sangat meminta perhatian khusus pada para ahli hukum
Indonesia. Baik Van Vollenhoven dan Ter Haar, mengemukakan dengan jelas betapa
pentingnya soal bahasa-hukum adat bagi pelajaran serta pengertian sistem hukum
adat dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum adat selanjutnya.
Bahasa hukum adalah bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam
satu dua hari saja, tetapi harus melalui suatu proses yang cukup lama.
Bahasa rakyat yang bersangkutanlah merupakan bahasa yang pertama-tama yang
sanggup melukiskan perasaan rakyat dimaksud secara tepat.
Dan oleh karena itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu
terjemahan istilah-istilah hukum adat dalam bahasa Belanda yang pada zaman itu
orang menganggap seolah-olah isi serta artinya sudah lama, sesungguhnya
merupakan suatu kesalahan, sebab istilah-istilah dalam bahasa asing dimaksud
ternyata tidak dapat melukiskan makna yang terkandung dalam istilah-istilah
bahasa aslinya. Sebagai Contoh: Pada zaman Hindia-Belanda, istilah
yang digunakan untuk menyebut kata jual dan sewa dengan Bahasa Belanda yaitu
dengan istilah varkopen dan huren, seolah-olah arti istilah varkopen
dan huren sama dengan arti jual dan sewa dalam istilah hukum adat.
Dalam ilmu hukum adat sendiri istilah jual berarti mengenai pengoperan hak (overdracht)
dari seseorang kepada orang lain. Ada tiga jenis pengoperan yang juga
menggunakan istilah jual, dan dalam pengoperan tersebut berlaku dengan
pembayaran kontan dari pihak pembeli. Lain halnya dengan istilah verkopen, yang
dimaksud dengan verkopen adalah sistem hukum barat tentang suatu
perbuatan hukum yang bersifat obligatoir, artinya verkoper berjanji
dan wajib mengoperkan barang yang di verkoop kepada pembeli dengan tidak
dipersoalkan apakah harga barang itu dibayar kontan atau tidak.
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, maka kata jual sebagai istilah hukum
adat tidaklah sama artinya dengan kata verkopen sebagai istilah hukum
barat. Dalam sistem hukum adat, pembelian barang dengan tidak membayar kontan
bukanlah termasuk perbuatan jual, melainkan temasuk dalam golongan hutang
piutang.
Dalam sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang
bersifat sama disebut dengan istilah yang sama pula. Misalnya istilah gantungan
dipakai untuk menyebut segala keadaan yang belum bersifat tetap.
B.
Pepatah Adat
Di berbagai lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat
yang sangat berguna sebagai petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum
adat. Berikut cnntoh pepatah dari daerah Batak:
“Molo metmet binanga, na metmet do dengke”
“Molo gadang binanga, gadang dengke”
Dalam bahasa Indonesia:
“Jika (anak) sungai kecil, maka
ikannya juga kecil,
“Jika (anak) sungai besar,
maka ikannya juga besar”
Perumpamaan ini mengandung dasar hukum, bahwa upah bagi mereka
yang menyelesaikan sesuatu soal hukum harus seimbang dengan pentingnya soal
tersebut.
Dari daerah Minangkabau:
“Sakali aye
gadang, sakali tapian beranja,
“Sakali raja
ba(r) ganti, sakali adat berobah”
Dalam bahasa Indonesia :
“Apabila air meluap, tempat pemandian bergeser.
“Apabila ada penggantian raja, maka
adat akan bergati juga”
Pepatah ini mengandung pengertian, bahwa adat tidak statis melainkan
berubah menurut perubahan yang berlaku dengan penggantian kepala adat.
Prof. Snouck Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak
boleh dianggap sebagai sumber atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi
interpretasi yang tepat agar terang maknanya. Pepatah adat memang baik untuk
diketahui dan disebut, akan tetapi pepatah itu tidak boleh dipandang sebagai
pasal-pasal kitab undang-undang pepatah adat tidak memuat peraturan hukum
positif.
Vergouwen menulis bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat
normatif seperti pasal undang-undang. Pepatah itu hanya mengandung aliran hukum
dalam bentuk yang menyolok saja. Ter Haar berkata bahwa pepatah adat bukan
merupakan sumber hukum adat, melainkan mencerminkan dasar hukum yang tidak
tegas. Prof. Soepomo menegaskan bahwa pepatah adat memberi lukisan tentang
adanya aliran hukum yang tertentu.
C.
Penyelidikan Hukum Adat
Berlakunya sesuatu peraturan hukum adat tampak dalam putusan (penetapan)
petugas hukum, misalnya putusan kumpulan desa, putusan kepala adat dan sebagainya. Yang
dimaksud dengan putusan atau penetapan itu ialah perbuatan atau penolakan
perbuatan (non-action) dari pihak petugas hukum dengan tujuan memelihara
atau untuk menegakkan hukum.
Maka dari itu penyelidikan hukum adat haruslah ditujukan kepada Research tentang putusan-putusan
petugas hukum, selain itu kita juga harus menyelidiki kenyataan
sosial (social reality), yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk
menentukan putusan-putusannya.
Cara atau metode penyelidikan setempat adalah mendekati para pejabat
desa, orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di daerah yang
bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan ditanyakan harus hanya
fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami atau diketahui
sendiri oleh mereka.
Perlu kita ketahui bahwa dalam penyelidikan hukum adat yang menentukan
bukan banyaknya jumlah perbuatan yang terjadi, meskipun jumlah itu adalah
penting sebagai petunjuk bahwa perbuatan itu adalah dirasakan sebagai hal yang
diharuskan oleh masyarakat. akan tetapi yang penting adalah suatu perbuatan itu
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai hal yang memeng sudah seharusnya.
Maka dari itulah kita sudah dapat menarik kesimpulan adanya norma hukum.
maka agar memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga
tentang hukum adat perhatian harus diarahkan kepada berikut ini:
a.
Research tentang putusan-putusan petugas hukum
ditempat yang bersangkutan.
b.
Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari
terhadap hal-hal yang sedang disoroti dan diinginkan mendapat keterangan dengan
melakukan field research itu.
Untuk mendapatkan hasil penyelidikan sebagaimana mestinya,
kenyataan sosial yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk menentukan
putusan-putusannya, wajib pula diindahkan serta dipahami. Cara melakukan Field Research wajib menemui para
pejabat desa, orang-orang tua, orang terkemuka, serta menanyakan fakta-fakta
yang telah dialami atau diketahui sendiri oleh mereka itu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam
perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai
dengan perkembangan masyarakat tertentu.
Kemudian ada perbedaan
yang fundamentall antara sistem hukum
adat dan sistem hukum Barat, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan “persoonlijke
rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat “zakelijk”, artinya berlaku terhadap
tiap orang, jadi merupakan hak mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum
adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak
menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
b.
hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum
publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh berlainan.
c.
Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan
bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia
bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia
manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam alam ini.
Pelanggaran-pelanggaran hukum
menurut sistem hukum barat, dibagi-bagi dalam golongan peanggaran yang bersifat
pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana atau (strafrechter), dan
pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lingkup perdata, maka
pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.
Menurut Prof. Dr. R. Soepomo, S.H
dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum adat antara
lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat. Berikut akan
dijelaskan mengenai hal tersebut.
Bahasa hukum
merupakan kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk menyebut dengan konsekuen
suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah
yang mempunyai isi yang tertentu. Pembinaan bahasa hukum di Indonesia
memerlukan perhatian lebih, khususnya bagi hukum adat. Istilah hukum adat yang
digunakan di Indonesia sangatlah berbeda dengan istilah hukum barat, meskipun
Belanda telah lama menjajah Negara Indonesia.
Pepatah adat adalah berguna sebagai
petunjuk tentang adanya suatu peraturan hukum adat. Akan tetapi pepatah hukum
adat tidak dapat dijadikan sebgai sumber atau sebagai dasar hukum adat, sebab
pepatah adat masih memerlukan keterangan, harus diberi interpretasi yan tepat,
supaya terang maknanya.
Unuk melakukan suatu penyelidikan
hukum adat di daerah, supaya diperhatikan mengenai cara atau metodenya. Adapun
cara atau metode penyelidikan tersebut adalah mendekati para pejabat desa,
orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di daerah yang
bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan ditanyakan harus hanya
fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami atau diketahui sendiri
oleh mereka.
B.
SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan dari hasil makalah ini adalah:
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat seyogyanya saling bahu-membahu
untuk mempertahankan dan melestarikan hukum adat. Karena hukum adat merupakan
aturan yang hidup dari nilai-nilai yang baik dan luhur, sehingga keberadaannya
di Indonesia patut diperjuangkan. Selain itu, hukum adat merupakan hukum yang
sudah ada, dan merupakan aturan asli yang berasal dari komunitas masyarakat
hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah hukum asli Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Mr Dr R. SUPOMO, 1968 “Bab-Bab
Tentang Hukum Adat”Jakarta; Penerbitan Universitas
Kamus Bahasa
Indonesia.2008.(Departemen Pendidikan Nasional ; Jakarta)
Wignjodipuro, Surojo, “Pengantar dan
Asas-Asas Hukum Adat,” Alumni, Bandung, 1979.WEBSITE
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://www.gunungmaskab.go.id/informasi/ucapan-dirgahayu-ke-8-kab-gunung-mas-dari-pemprov-kalteng.html
http://tata-hkm.blogspot.com/2010/07/hukum-adat-sebagai-segi-aspek.html diakses pada 24 April 2012
http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html diakses pada 25 April 2012
Langganan:
Postingan (Atom)